BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Konsep ekosistem
merupakan suatu yang luas, karena di dalamnya terjadi hubungan timbal balik dan
saling ketergantungan antara komponen-komponen penyusunnya, yang membentuk
hubungan fungsional dan tidak dapat dipisahkan. Di dalam sebuah ekosistem
terjadi transfer energi antara komponennya yang bersumber dari sinar matahari
melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan hijau berklorofil. Makhluk
hidup lain yang tidak memiliki kemampuan berfotosintesis, menggunakan energi
matahari ini dengan cara mengkonsumsi makhluk fotosintesis tersebut diatas. Dan
begitu selanjutnya sehingga terbentuk suatu rantai makanan.
Ekosistem mangrove
sebagai ekosistem yang berada pada daerah perlaihan antara air daratan dan
lautan menerima air dari daratan melalui sungai-sungai air tersebut akan
disaring oleh sistem perakaran mangrove lalu menuju ekosistem padang lamun
dibantu oleh arus dan gelombang. daun daun pada tumbuhan lamun dapat
memperlambat aliran air dan menyaring endapan yang diangkutnya sehingga
ekosistem pada lamun air cenderung lebih tenang dan bersih. ekosistem terumbu
karang menerima air yang lebih jernih di banding kedua ekosistem sebelumnya.
Ekosistem terumbu karang sebagai pelindung bagi ekosistem padang lamun dan
ekosistem mangrove dari hempasan gelombang dan arus yang datang dari laut
lepas.
Ekologi laut tropis
mencakup berbagai macam ekosistem yang berada pada daerah tropis. Aspek yang
ditelaah mengenai lamun, terumbu karang, dan mangrove. Interaksi yang
terpenting dari ketiga ekosistem tersebut yakni fisik, bahan organic terlarut,
bahan organik partikel, migrasi fauna, dan dampak manusia. Struktur dan sifat
fisik ketiga ekosistem tersebut saling mendukung. Apabila, ekosistem tersebut
terganggu, maka akan menyebabkan ekosistem lainnya terganggu juga.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan praktek lapangan mengenai
Ekologi Laut Tropis, tentang pangamatan terhadap ekosistem mangrove,lamun dan terumbu
karang di kawasan perairan Pulau Engano, Desa Kahyapu,
Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.
1.2. Maksud Dan Tujuan
Maksud diadakannya Praktikum Ekologi
Laut Tropis di Pantai Pulau
Engano, Desa kahyapu, Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi
Bengkulu adalah agar dapat mengamati dan mempelajari keadaan ekosistem
yang telah diamati seperti ekosistem Mangrove, lamu dan terumbu karang di
pantai Pulau Engano, Desa Kahyapu,
Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Selain
itu juga dapat melihat secara langsung jenis-jenis individu yang terdapat di ekosistem
tersebut.
Tujuan diadakannya Praktikum Ekologi
Laut Tropis di Pantai Pulau
Engano, Desa Kahyapu, Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi
Bengkulu adalah untuk mengetahui kondisi dari ketiga ekosistem yang
ingin diamati dan Laporan praktikum lapangan mata kuliah ekologi laut tropis
ekosistem Mangrove, Lamun dan Terumbu Karang.
1.3.Manfaat
Manfaat dari
praktikum Ekologi Laut Tropis adalah agar praktikan dapat memahami tentang
habitat dan siklus hidup dari ekosistem Mangrove, Lamun dan Terumbu Karang,
terutama tempat di lakukannya praktikum yakni di Pantai Pulau Engano, Desa Kahyapu, Kecamatan Enggano,
Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.
1.4 Tempat Dan Waktu
Praktikum lapangan ini dilaksanakan pada hari Sabtu
sampai Senin, 28-30 April 2018, di Pulau Engano, Desa kahyapu, Kecamatan
Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Dilakukan oleh Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian UNIVERSITAS
BENGKULU.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. EKOLOGI LAUT TROPIS
2.1.1. MANGROVE
Hutan
bakau (mangrove) adalah tipe hutan yang ditumbuhi dengan pohon bakau (mangrove)
yang khas terdapat disepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh
pasang surut air laut. Hutan bakau ini sering juga disebut sebagai hutan pantai
atau hutan pasut. Hutan bakau umumnya tumbuh berbatasan dengan darat pada
jangkauan air pasang tertinggi, sehingga ekosistem ini merupakan daerah
transisi yang eksistensinya juga dipengaruhi oleh faktor–faktor darat dan laut
(Nontji,1987).
Hutan
bakau mempunyai fungsi ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting
dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan. Fungsi fisik
hutan bakau yaitu menjaga keseimbangan ekosistem perairan pantai, melindungi
pantai dan tebing sungai terhadap pengikisan atau erosi pantai, menahan dan
mengendapkan lumpur serta menyaring bahan tercemar. Fungsi lainnya adalah sebagai
penghasil bahan organik yang merupakan sumber makanan biota, tempat berlindung
dan memijah berbagai jenis udang, ikan, dan berbagai biota lainnya (Bengen,2000).
2.1.2. LAMUN
Padang Lamun
merupakan salah satu ekosistem yang berada di perairan pesisir yang memiliki
Produktivitas tertinggi setelah terumbu karang. Tingginya Produktivitas Lamun
tak Lepas dari peranannya sebagai habitat dan naungan berbagai biota. Di daerah
Padang lamun hidup berbagai jenis biota laut seperti ikan, crustacean, molluska
dan Echinodermata. Mereka membentuk jarring – jarring makanan yang sangat
kompleks, sehingga terjadi aliran energy dan siklus materi yang sangat kompleks
pula. Ada biota yang hidup menetap danada pula sebagai pengunjung setia di
padang lamun tersebut (Ira,2012).
Komunitas
lamun merupakan komponen kunci dalam ekosistem pesisir di seluruh dunia. Selain
nilai secara hakiki tersebut, lamun sebagai penyedia makanan, sebagai tempat
berlindung beberapa jenis ikan dan krustase komersial penting. Namun keberadaan
komunitas lamun hampir di setiap pesisir bervariasi, hal ini diduga karena
perbedaan karakteristik lingkungan perairan (Supriyadi, 2010).
2.1.3. TERUMBU KARANG
Ekosistem
terumbu karang menempati barisan terdepan, disusul ekosistem lamun dan
mangrove. Ekosistem terumbu karang memiliki karakteristik yang spesifik dan
sangat bergantung pada kondisi perairan disekitarnya. Terumbu karang
membutuhkanperairan dengan kecerahan tinggi dan intensitas cahaya yang memadai,
yang biasanya berada pada daerah paparan yang dangkal. Wilayah Indonesia
memiliki perairan pantai sepanjang lebih dari 81.000 km. Perairan ini sebagian
besar merupakan perairan dangkal yang
sangat potensial bagi berkembangnya ekosistem terumbu karang. Terumbu karang merupakan ekosistem
yang khas di daerah tropis (Sunarto,2006).
Terumbu
karang di perairan Sanur mempunyai beberapa fungsi diantaranya fungsi
konservasi yakni tempat berlangsungnya proses-proses ekologis dan sistem
penyangga kehidupan laut serta Pengawetan keanekaragaman hayati dan plasma
nutfah (Kordi,2012).
Fungsi
fisik, sebagai pelindung pantai dari abrasi dengan meredam gelombang sehingga
energi gelombang sampai ke bibir pantai melemah, penghasil pasir putih,
perluasan daratan saat surut. Fungsi produksi, yakni sebagai lahan utama bagi
nelayan untuk mendapatkan bahan makanan baik untuk konsumsi sendiri ataupun
dijual seperti ikan, udang, kepiting, lobster, kerang-kerangan, gurita, produk
ornamental/akuarium, ikan hias, karang hias, kerang hias, souvenir, bahan baku industri farmasi kosmetika serta bahan bangunan
di masa lalu (Prasetyo,2011).
2.2. CIRI EKOSISTEM LAUT TROPIS
Kondisi perairan
sebagai habitat ikan di daerah tropis memeliki tiga perbedaan dengan kawasan
bumi lainnya. Pertama, daerah khatulistiwa menerima sinar Matahari yang sama sepanjang
tahun, lain halnya daerah tropis yang memiliki empat musim ekstrim, musim
panas, gugur, dingin dan semi. Kedua, iklim tropis yang menjadi penyebab
keanekaragaman sumber hayati yang jauh lebih besar dari yang ada di subtropics.
Ketiga, suhu yang relatif tinggi di daerah tropis merupakan beban yang nyata
dalam usaha perikanan (Sulistyono,2015).
Dalam
ekosistem pesisir dan laut, ekosistem laut meliputi beberapa ekosistem khas
seperti padang lamun, terumbu karang, laut dalam dan samudra, dimana seluruh
jenis organisme saling berhubungan dan ekosistem pesisir dimana organisme
penghuninya berbaur antara organisme dari darat dan dari laut. Seperti pantai
berbatu, pantai berpasir, hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang
(Regional,2008).
2.3. RANTAI MAKANAN
Secara
ekologis, ekosistem mangrove merupakan tempat siklus rantai makanan karena
tersedianya sumber unsur hara yang kaya raya. Sedangkan daun-daun mangrove yang
telah gugur dan jatuh ke dalam air akan menjadi substrat yang baik bagi jamur dan
bakteri dan sekaligus mempercepat proses pembentukan detritus dan mineralisasi.
Dengan demikian tersedia makanan bagi hewan avertebrata, yang selanjutnya
terbentuk sistem jaringan makanan kompleks, sehingga ekosistem mangrove
merupakan habitat, nursery ground, feeding ground, spawning ground bagi fauna
diperaira. Lebih kurang 2.000 spesies fauna ikan, udang, maluska, vertebrata
dan invertebrata lainnya, sehingga ekosistem mangrove adalah merupakan lumbung
benih kehidupan dilaut (kamal,2006).
Dalam mekanisme
rantai makanan di dalam laut pencemaran akibat kegiatan industry sangatlah
merugikan bagi rantai makanan di daerah laut tersebut karena pada umumny
buangan atau lmbah mengandung zat beravun yang termasuk adalah logam berat.
Logam berat akan masuk ke dalam tubuh organisme laut srbagian besar melalui
rantai makanan yang akan dimangsa oleh zooplankton, zooplankton dimangsa oleh
ikan-ikan kecil, ikan kecil akan dimangsa oleh ikan besar dan akhirnya ikan
besar dikonsumsi oleh manusia. Proses ini berlangsung secara terus menerus maka
jumlah dari logam yang terkonsumsi juga semakin banya dan termasuk terakumulasi
ke dalam tubuh manusia (Darmono,2011).
2.4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Ekologi Laut Tropis
2.4.1. Faktor Fisika
Cukup banyak
faktor-faktor fisika yang mempengaruhi kelimpahan fitoplankton seperti suhu,
pergerakan air dan cahaya, akan tetapi faktor fisika utama yang menentukan
produktivitas primer adalah cahaya. Suhu merupakan faktor turunan dari
keberadaan cahaya. Selain faktor cahaya, suhu juga sangat mendukung
pergerakannya secara vertikal. Hal ini sangat berhubungan dengan densitas air
laut yang mampu menahan plankton untuk tidak tenggelam. Perpindahan secara
vertikal ini juga dipengaruhi oleh kemampuannya bergerak atau lebih tepat
mengadakan adaptasi fisiologis sehingga terus melayang pada kolom air.
Perpaduan kondisi fisika air dan mekanisme mengapung menyebabkan plankton mampu
bermigrasi secara vertikal sehingga distribusinya berbeda (Sunarto,2006).
Kecerahan perairan
adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan
air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami kecerahan sangat penting
karena erat kaitannya dengan aktifitas fotosintesa. Kecerahan merupakan faktor
penting bagi proses fotosintesa dan produksi primerdalam suatu perairan (Sari,2012
).
2.4.2. Faktor Aktifitas Manusia
Kerusakan
lingkungan di wilayah pantai/pesisir Indonesia sampai saat ini belum bisa
ditanggulangi dengan optimal. Bahkan yang terjadi saat ini, berbagai kerusakan
lingkungan di wilayah pesisir semakin meluas. Penyebab kerusakan lingkungan di
wilayah pesisir tersebut lebih didominasi oleh pencemaran— minyak, sampah, dan
lain-lain, abrasi pantai, kerusakan mangrove dan terumbu karang. Dengan melihat
penyebab kerusakan tersebut terlihat bahwa aktivitas manusia lah yang menjadi
penyebab utama kerusakan lingkungan di wilayah pesisir dan laut. Padahal kalau
dilihat dari dampak kerusakan tersebut sebagai besar akan berdampak kepada
aktivitas manusia dan lingkungan, seperti rusaknya biota laut, terancamnya
pemukiman nelayan, terancamnya mata pencaharian nelayan dan sebagainya. Oleh
sebab itu apabila hal ini tidak secepatnya ditanggulangi dengan optimal maka
dikhawatirkan sumber daya pesisir dan laut akan semakin terdegradasi. Selain
itu juga aktivitas masyarakat pesisir akan semakin terancam (Vatria,2010).
Salah satu
penyebab tekanan berlangsung terus menerus terhadap ekosistem terumbu karang
serta biota yang beasosiasi dengannya adalah aktivitas masyarakat nelayan yang
menggunakan jarring muromi, bubu (perangkap tradisional) panah, tombak, dan
bahan peledak serta racun ikan diwilayah perairan ekosistem terumbu karang.
Factor lain yang menyebabkan tekanan pada ekosistem adalah kegiatan pengambilan
batu karang untuk berbagai peruntukan seperti pengerasan jalan, fondasi rumah,
pengeingan pantai, penghalang ombak, dan lainnya yang secara tidak langsung
berdampak negative bagi pertumbuhan dan perkembangan karang (Haruddin,2011).
2.4.3. Hubungan Antara Ekosistem Mangrove, Lamun, Dan Terumbu Karang
Hubungan antar ekosistem mangrove dengan ekosistem
terumbu karang dan lamun diantaranya dapat dillihat dari perpindahan
hewan-hewan (khususnya hewan air) dari ekosistem mangrove dan terumbu karang
maupun lamun. Banyak ikan maupun udang sebagian siklus hidupnya berpindah dari
ekosistem mangrove ke ekosistem terumbu karang dan lamun. Hubungan lainnya
dapat dilihat dari aliran air dimana dinamika pasang-surut dan arus membawa
nutrient dari dan ke ekosistem-ekosistem tersebut (Djuanda,1964).
Ekosistem
Terumbu Karang, ekosistem Padang Lamun dan ekosistem Mangrove merupakan ekosistem
yang paling menentukan dalam pengayan dan pemulihan ketersedian sumberdaya ikan
di laut. Semua ekosistem tersebut merupakan tempat aktifitas ikan dan kaya akan
unsur-unsur yang dibutuhkan oleh ikan dalam aktifitas hidup. Berfungsi sebagai
daerah Pemijahan (Spawning Ground), daerah asuhan atau pembesaran (Nursery
Ground) dan daerah mencari makan (Feeding Ground) (Warman,2013).
2.5. MANFAAT
2.5.1. Ekosistem Mangrove
Ekosistem
hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, ekonomis dan sosial yang penting dalam
pembangunan, khususnya di wilayah pesisir. Fungsi dan manfaat mangrove telah
banyak diketahui, baik sebagai tempat pemijahan ikan di perairan, pelindung
daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung daratan dari tiupan angin, penyaring
intrusi air laut ke daratan dan kandungan logam berat yang berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah migrasi
burung, dan sebagai habitat satwa liar serta manfaat langsung lainnya bagi
manusia. Hutan mangrove mampu mengikat sedimen yang terlarut dari sungai dan
memperkecil erosi atau abrasi pantai. Mangrove juga mampu dalam menekan laju
intrusi air laut ke arah daratan. Mangrove juga memiliki fungsi ekologis
sebagai habitat berbagai jenis satwa
liar (Gunawan,2007).
Pemanfaatan
ekosistem mangrove dapat dikategorikan menjadi pemanfaatan ekosistem secara
keseluruhan (nilai ekologi) dan pemanfaatan produk-produk yang dihasilkan
ekosistem tersebut (nilai sosial ekonomi dan budaya). Ekosistem ini memiliki
peranan ekologi, sosial-ekonomi, dan sosia-budaya yang sangat penting. Fungsi
ekologi hutan mangrove meliputi tempat sekuestrasi karbon, remediasi bahan
pencemar, menjaga stabilitas pantai dari abrasi, intrusi air laut, dan
gelombang badai, menjaga kealamian habitat, menjadi tempat bersarang, pemijahan
dan pembesaran berbagai jenis ikan, udang, kerang, burung dan fauna lain, serta
pembentuk daratan. Fungsi sosial-ekonomi hutan mangrove meliputi kayu bangunan,
kayu bakar, kayu lapis, bubur kertas, tiang telepon, tiang pancang, bagan
penangkap ikan, dermaga, bantalan kereta api, kayu untuk mebel dan kerajinan
tangan, atap huma, tannin, bahan obat, gula, alkohol, asam asetat, protein
hewani, madu, karbohidrat, dan bahan pewarna, serta memiliki fungsi sosial-budaya
sebagai areal konservasi, pendidikan, ekoturisme dan identitas budaya. Tingkat
kerusakan ekosistem mangrove dunia, termasuk Indonesia, sangat cepat dan
dramatis (Setyawan,2006).
2.5.2. Ekosistem Lamun
Telah
diketahui bahwa sejumlah avertebrata memakan lamun sedikit sekali. Tetapi jika
lamun tersebut hanyut dan terdampar di pantai mulai terjadi dekompoisi sehingga
lamun akan dimakan oleh beberapa larvae dan Talitridae (Amphipoda). Selanjutnya
telah diketahui bahwa makanan yang diproduksi oleh lamun yang berguna untuk
fauna dasar melalui bentuk detritus. Hanya sedikit sekali pengetahuan tentang
proses dekomposisi lamun (Zulkifli,2012).
Padang lamun
merupakan daerah asuhan untuk beberapa organisme. Sejumlah jenis fauna
tergantung pada padang lamun, walaupun mereka tidak mempunyai hubungan dengan
lamun itu sendiri. Banyak dari organisme tersebut mempunyai kontribusi terhadap
keragaman pada komunitas, tetapi tidak berhubungan langsung dengan kepentingan
ekonomi (Azkab,2000).
2.5.3. Ekosistem Terumbu Karang
Ekosistem terumbu
karang banyak meyumbangkanberbagai biota laut seperti ikan karang, mollusca,
crustacean bagi masyarakat yanghidup dikawasan pesisir. Selain itu bersama
dengan ekosistem pesisir lainnyamenyediakan makanan dan merupakan tempat
berpijah bagi berbagai jenis biota lautyang mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Selain itu karang juga digunakan sebagai tempat pengasuhan dan berlindung dari
predator bagi biota laut(Andi,2006).
Produksi perikanan yang berasal dari area terumbu
karang tergolong tinggi. Hasil panen ikan dan udang-udangan per unit area
terumbu di Great Barrier Reef, Australia (termasuk terumbu dan landas hingga
kedalaman 200 m) adalah sekitar 4-6 ton km-2y.Ekosistem terumbu juga
merupakan area fokus utama untuk olahraga selam, memancing,serta koleksi
kerang, yang berkontribusi pada perkembangan industri pariwisata(Hendra,2009).
BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu Dan
Tempat
Praktikum lapangan ini
dilaksanakan pada hari Sabtu sampai Senin, 28-30 April 2018, di Pulau Engano,
Desa kahyapu, Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Dilakukan oleh Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian UNIVERSITAS
BENGKULU. Berikut peta lokasi praktikum :
![]() |
PETA
LOKASI DESA KAHYAPU KECAMATAN ENGGANO KABUPATEN BENGKULU UTARA
|
![]() |
|
|
0 1
2 3 4
|
|
![]() |
|
|
IKLIN
E1I017013
|
|
![]()
PRUGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2018
|
Gambar 1. Peta Lokasi Praktikum
3.2. Alat Dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum lapangan Ekologi Laut Tropis adalah
sebagai berikut :
1. Kamera
digital / HP 5. ATK ( alat tulis dan kertas )
2. Buku
identifikasi 6. Rol meter
3. Kantong sampel
7. Tali rafia dan patok
4. Karton warna hitam 8. Alat selam
9. Alcohol 95 % atau formalin 10. Transek kuadran 1 M x 1 M
Bahan yang digunakan pada praktek lapangan biologi laut adalah sebagai
berikut :
1. Ekosistem mangrove
2. Ekosistem padang
lamum
3. Ekosistem terumbu karang
3.3. Langkah Kerja
3.3.1. Mangrove
a. Mengamati dan mencatat jenis dan
jumlah mangrove yang ditemukan di daerah sekitar tempat praktikum di lakukan.
b. Mengamati biota yang terdapat di
daerah sekitar tempat praktikum di lakukan.
c. Mengambil foto sebagai bukti untuk mengidentifikasi
jenisnya mangrove beserta biotanya.
3.3.2. Ekosistem Lamum
a. Mengamati lamu yang ditemukan di
daerah sekitar tempat praktikum di lakukan.
b. Mengamati biota yang terdapat di
daerah sekitar tempat praktikum di lakukan.
c. Mengamati dan catat, tiap penutup
spesies vegetasi lamun yang terdapat pada daerah sekitar tempat pengamatan,
sesuai dengan kelas masing-masing.
d. Setelah itu
identifikasi lamun tersebut dan hitung indeks keanekaragaman.
3.3.3. Ekosistem Terumbu
Karang
a. Membentangan
transek garis (meteran) membuat pengamatan (transek 100 cm X 100
cm).
b. Melakukan
Pengamatan pada tiap bagian transect kuadrat dengan cara menyelam jika air
dalam.
c. Mengamati dan mengambil foto, tiap
penutup spesies vegetasi terumbu karang yang terdapat pada plot pengamatan,
sesuai dengan kelas masing-masing.
d. Setelah itu identifikasi lamun
tersebut dan hitung indeks keanekaragaman.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Hasil
Pengamatan
4.1.1. Mangrove
Tabel 1. : Jenis
Mangrove
|
No
|
Jenis
|
Klasifikasi
|
|
1
|
Rhizophora apiculata
|
Kingdom : Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Myrtales
Famili
: Rhizophoraceae
Genus
: Rhizophora
Spesies
: Rhizophora apiculata
|
|
|
Bruguiera
gymnorrhiza
|
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super
Divisi : Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Bruguiera
Species : Bruguiera gymnorrhiza
|
|
3
|
Nypa fruticans
|
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Nypa
Spesies : Nypa fruticans
|


Gambar 2. Rhizophora apiculata
Gambar 3. Bruguiera
gymnorrhiza

Gambar
4. Nypa fruticans
Hewan yang berasosiasi
:
Tabel 2. : Jenis
Hewan Yang Berasosiasi Di Mangrove
|
No
|
Jenis
|
Klasifikasi
|
|
1
|
Metopograpsus sp
|
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Classis : Crustacea Subclassis : Malacostraca Superordo : Eucaridae Ordo : Decapoda Familia : Portunidae Genus : Metopograpsus Spesies : Metopograpsus sp |
|
2
|
Littorina
sp
|
Kingdom :
Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Sorbeoconcha
Family : Littorinidae
Genus : Littorina
Species : Littorina sp
|
|
3
|
Periothalamus
sp
|
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili :
Gobiidae
Subfamili : Oxudercinae
Genus : Periothalamus
Spesies : Periothalamus sp
|
|
4
|
Clibanarius
erythropus
|
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Classis : Crustacea Subclassis : Malacostraca Superordo : Decapoda Ordo : Anumura Familia : Diogenidae Genus : Clibanarius Spesies : Clibanarius erythropus |
|
5
|
Nerita
lineata
|
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Classis : Gastropoda
Ordo : Neritoidae Familia : Neritidae Genus : Nerita Spesies : Nerita lineata |

Gambar 5. Metopograpsus sp Gambar 6. Littorina sp

Gambar
7. Periothalamus sp Gambar 8. Clibanarius erythropus

Gambar
9. Nerita lineata
4.1.2. Lamun
Tabel 3. : Jenis lamun
|
No
|
Jenis lamun
|
Klasifikasi
|
|
1
|
Halodule Uninervis
|
Kingdom : Plantae
Devisi : Plantae
Kelas : Antophyta
Ordo : Anglospermae
Family : Potamogetonaceae
Genus : Halodule
Species : Halodule Uninervis
|
|
2
|
Enhalus Acoroides
|
Kingdom : Plantae
Devisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Bangsa : Hydrocharitales
Suku : Hydrocharitaceae
Marga : Enhalus
Jenis : Enhalus Acoroides
|

Gambar 10. Halodule Uninervis

Gambar
11. Enhalus Acoroides \ Gambar 12. Buah Enhalus Acoroides
Hewan yang berasosiasi
:
Tabel 4. : Jenis
Hewan Yang Berasosiasi Di Lamun
|
No
|
Jenis
|
Klasifikasi
|
|
1
|
Ophiuroidae
brevispinum
|
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Classis : Asterozoa Ordo : Ophiurida Familia : Ophiuroidea Genus : Ophiuroidae Spesies : Ophiuroidae brevispinum |
|
2
|
Aulacomya
atra
|
Kingdom :
Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Bivalvia
Ordo : pteriomorphia
Family : mytilidae
Genus : Aulacomya
Species : Aulacomya atra
|
|
3
|
Lambis Millepeda
|
Kingdoom : Animalia
Phylum :
Mollusca
Kelas :
Gastropoda
Ordo :
Littorinimorpha
Family
: Strombidae
Genus :
Lambis
Species : Lambis
Millepeda
|
|
4
|
Holothuria edulis
|
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Classis : Holothuroidea Ordo : Aspidochirotida Familia : Holothuridae Genus : Holothuria Spesies : Holothuria edulis |
|
5
|
Axinella cannabina
|
Kingdom : Animalia
Phylum : Porifera
Classis : Demospongiae
Ordo : Halichondrida Familia : Axinellidae Genus : Axinella Spesies : Axinella cannabina |


Gambar 13. Ophiuroidae
brevispinum Gambar 14. Aulacomya
atra


Gambar
15. Lambis Millepeda Gambar 16. Holothuria edulis

Gambar
17. Axinella cannabina
4.1.3 Terumbu Karang
Tabel 5. : Jenis
Terumbu Karang
|
No
|
Jenis
|
Klasifikasi
|
|
1
|
Acropora
humilis
|
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora humilis
|
|
2
|
Acropora
cervicornis
|
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora cervicornis
|
|
3
|
Acropora
acuminata
|
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora
acuminata
|
|
4
|
Acropora micropthalma
|
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora
micropthalma
|


Gambar 18. Acropora
humilis Gambar 19. Acropora
cervicornis


Gambar
20. Acropora acuminata Gambar 21. Acropora micropthalma
Hewan Yang Berasosiasi
Di Terimbu Karang :
Tabel 6. :
Jenis Hewan Yang Berasosiasi Di Terimbu Karang
|
No
|
Jenis
|
Klasifikasi
|
|
1
|
Hemiramphus far
|
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Order : Beloniformes
Family : Hemiramphidae
Genus : Hemiramphus
Spesies : Hemiramphus far
|
|
2
|
Chiton sp
|
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Polyplacophora
Ordo : Chitonida
Family : Chitonidae
Genus : Chiton
Spesies : Chiton sp
|

Gambar 22. Ikan
julung-julung (Hemiramphus far
)

Gambar 23. Chiton sp
4.2. Pembahasan
4.2.1.
Mangrove
4.2.1.1.
Rhizophora apiculata
Ketinggian pohon dapat
mencapai 30 m dengan diameter batang mencapai 50 cm, memiliki perakaran yang
khas hingga dapat mencapai 5 m, dan kadang-kadang memiliki akar udara yang
keluar dari cabang. kulit kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah.Ciri-ciri:
1. Warna daun berwarna hijau tua, bentuk
elips meruncing. pucuk daun berwarna merah.
2. Bunga berwarna merah kecoklatan dengan formasi 2-4 bunga per kelompok.
3. Batang agak mengkilap.
2. Bunga berwarna merah kecoklatan dengan formasi 2-4 bunga per kelompok.
3. Batang agak mengkilap.
4.2.1.2.
Bruguiera gymnorrhiza
Pohon mangrove Bruguiera Gymnorhiza berukuran sedang,
selalu hijau, tinggi hingga 36 m; diameter batang 40-65 cm, memiliki akar napas
berupa akar papan dan lutut. Kulit batang abu hingga hitam, bercelah kasar,
biasanya memiliki lentisel besar-besar pada dasar batangnya. Daun menyirip
berhadapan, tunggal dan tepi rata, permukaan daun mengkilap, berbentuk elips
atau memanjang, panjang daun 8.5-22 cm dan lebar 5-7(-9) cm; dasar daun
runcing, jarang tumpul, ujung daun runcing; 9 – 10 pasang urat daun; panjang
tangkai daun 2-4.5 cm, terkadang berwarna merah; bunga soliter, panjang 3-3.5
cm, panjang tangkai bunga 1-2.5 cm; kelopak bunga berwarna merah; panjang daun
mahkota 13-15 mm; panjang benang sari 8-11 mm; ruang bakal biji tenggelam,
kepala putik 15 mm. Buah berbentuk lonceng berdaging .
Mangrove tanjang dapat tumbuh hingga 15 meter. Permukaan
batang berwarna gelap, halus. Sistem perakaran berupa akar lutut. Daun elips
berwarna hijau, permukaan bawahnya berwarna hijau kekuningan. Tangkai daun
seringkali berwarna merah. Daun mahkota berjumlah 10–14 dan berwarna putih.
Kelopak bunga berjumlah 10–14. Sisi luar kelopak bunga berwarna merah, sisi
dalam berwarna kuning. Hipokotil berbentuk silindris memanjang hingga 20 cm,
saat muda berwarna hijau dan menjadi coklat saat masak. Seringkali tumbuh di
sisi belakang hutan mangrove, terutama di area yang cukup kering dengan kadar
salinitas rendah dan cukup teraerasi .
Pohon mangrove Bruguiera gymnorhiza dapat mencapai
tinggi 30 m, akar berasal dari bentukan seperti akar tunjang. Kulit kayu
berwarna abu-abu gelap, kasar, memiliki mulut kulit kayu. Daun susun
tunggal, bersilangan, bentuk elips dengan ujung meruncing, ukuran panjang 8 –
15 cm, permukaan daun licin, tebal, tidak ada bintik-bintik hitam di permukaan
bawahnya. Bunga lebar,tunggal di ketiak daun, mahkota warna putih hingga
coklat, kelopak 10-14 helai berwarna merah dengan ukuran panjang 3-5
cm. Buah pohon bakau (Mangrove) mengandung energi dan karbohidrat yang
cukup tinggi, bahkan melampaui berbagai jenis pangan sumber karbohidrat yang
biasa dikonsumsi masyarakat umum seperti beras, jagung, singkong atau sagu.
Kandungan energi buah bakau, menurut hasil penelitian, adalah 371 kilokalori
per 100 gram atau lebih tinggi dari beras yang hanya 360 kilokalori per 100
gram serta jagung yang hanya 307 kilokalori per 100 gram. Sementara kandungan
karbohidrat buah bakau 85,1 gram, sementara beras hanya 78,9 gram per 100 gram
dan jagung 63,6 gram per 100 gram.
Pemanfaatan tumbuhan mangrove sebagai bahan pangan jauh lebih
rendah dari pada potensi yang ada. Di seluruh dunia, pada dasarnya tumbuhan
mangrove menyediakan banyak bahan makanan. Buah/hipokotil Bruguiera spp.,
Sonneratia caseolaris, dan Terminallia catapa mengandung pati dan
dapat menjadi sumber karbohidrat. Rendahnya pemanfaatan tumbuhan mangrove
sebagai bahan pangan, selain disebabkan karena rasa, warna, dan penampilannya,
diduga karena adanya kesan bahwa bahan makanan tersebut hanya layak dikonsumsi
orang miskin atau pada masa paceklik, serta adanya kemudahan mendapatkan uang
dari tangkapan biota laut untuk ditukar dengan beras atau bahan pangan Lainnya.
4.1.1.3. Nypa fruticans
Persebaran dan habitat. Pohon nipah
(Nypa fruticans) merupakan tumbuhan asli pesisir Samudera Hindia bagian timur
dan Samudera Pasifik bagian barat laut. Tumbuhan ini tersebar mulai Sri Lanka,
Bangladesh, Brunei Darussalam, Kamboja, China (Pulau Hainan), India, Indonesia,
Jepang (Pulau Iriomote), Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam,
Australia bagian barat laut dan timur laut, Mikronesia, Guam, Palau, Papua New
Guinea, dan Kepulauan Solomon. Habitatnya adalah daerah rawa yang berair payau
atau daerah pasang surut di dekat pantai.
Menurut data yang diperoleh Alamendah dari situs IUCN, di
beberapa tempat seperti Singapura, nipah termasuk tumbuhan langka yang terancam kepunahan. Sedangkan
di daerah lain populasi tumbuhan ini masih cukup melimpah sehingga IUCN Redlist mengevaluasinya dalam daftar Least Concern
(berisiko Rendah).
Pemanfaatan Nipah Berbagai
bagian tumbuhan nipah (Nypa fruticans) telah dimanfaatkan manusia sejak lama. Daun nipah dapat dimanfaatkan untuk
membuat atap rumah, anyaman dinding rumah, dan berbagai kerajinan seperti
tikar, topi dan tas keranjang. Pada zaman dulu, daun nipah juga dimanfaatkan
sebagai media tulis di samping daun lontar. Batang, dan tangkai daun nipah dapat digunakan sebagai
kayu bakar. Lidinya dimanfaatkan sebagai sapu lidi, dan berbagai anyaman.
Tandan bunga yang belum mekar dapat disadap untuk diambil air niranya. Air nira
ini dapat dijadikan gula nira, difermentasi menjadi cuka dan tuak, juga sebagai
bahan baku etanol yang dapat dijadikan bahan bakar nabati pengganti bahan bakar
minyak bumi.
Hewan yang berasosiasi
:
1.Metopograpsus sp
sering memanjat akar
bakau. Kepiting ini memanjat untuk menghindari air pasang dan predator. Di
balik rapatnya perakaran mangrove jenis Rhizhopora, Metopograpsus sering
melakukan perkawinan. Proses kawin terjadi, sesaat setelah sang betina berganti
kulit.Proses perkawinan, distimulasi oleh sebuah feromon. Kepiting
kawin secara internal. Sang Jantan memindahkan spermatozoa ke oviduk
si Betina. Mereka kawin di darat. Tapi setelah itu, saat suhu hangat, si Betina
segera menuju ke laut secara periodik untuk melepaskan telurnya.
2.
Littorina sp
Ciri-ciri nya diantaranya adalah
memiliki lidah parut dan zat tanduk untuk menghancurkan makanan,cangkoknya
berbentuk kerucut terpilin,pada waktu larva tubuhnya berbentuk simetri
bilateral tetapi pada perkembangannya mengalami pembengkokan sehingga membentuk
lingkaran,pada waktu dewasa anusnya berada disebelah atas mulutnya,larvanya
bernafas dengan insang dan pada waktu dewasa bernafas dengan paru-paru,sifatnya
hemafrodit Di kepala siput terdapat sepasang tentakel panjang dan sepasang
tentakel pendek. Pada tentakel panjang, terdapat mata. Mata ini hanya berfungsi
untuk membedakan gelap dan terang. Sedangkan pada tentakel pendek berfungsi
sebagai indera peraba dan pembau.
Sistem pencernaan dimulai dari mulut yang
dilengkapi dengan rahang dari zat tanduk. Di dalam mulut terdapat lidah parut
atau radula dengan gigi-gigi kecil dari kitin.Selanjutnya terdapat kerongkongan,
kemudian lambung yang bulat, usus halus dan berakhir di anus.Gastropoda umumnya
pemakan tumbuh-tumbuhan atau disebut hewan herbivora.Gastropoda yang hidup di
air, bernafas dengan insang.Alat ekskresi berupa sebuah ginjal yang terletak
dekat jantung.Hasil ekskresi dikeluarkan ke dalam rongga mantel.
Sistem peredaran
darah adalah sistem peredaran darah terbuka. Jantung terdiri dari serambi dan
bilik (ventrikel) yang terletak dalam rongga tubuh.Sistem saraf terdiri atas
tiga buah ganglion utama yakni ganglion otak (ganglion cerebral), ganglion
visceral atau ganglion organ-organ dalam dan ganglion kaki (pedal). Ketiga
ganglion utama ini dihubungkan oleh tali saraf longitudinal, sedangkan tali
saraf longitudinal ini dihubungkan oleh saraf transversal ke seluruh bagian
tubuh. Di dalam ganglion pedal terdapat statosit (statocyst) yang berfungsi
sebagai alat keseimbangan.Gastropoda mempunyai alat reproduksi jantan dan
betina yang bergabung atau disebut juga ovotestes.Habitatnya di daerah tergenang,hutan-hutan
bakau.
3.
Periothalamus sp
ikan Gelodok adalah jenis ikan yang bisa merangkak
naik ke darat atau bertengger pada akar-akar pohon bakau. Karena kemampuan ini,
ikan glodok disebut juga ikan tembakul. Ikan ini hidup di zona pasang surut di
lumpur pantai yang ada pohon-pohon bakaunya. Gelodok/tembakul adalah jenis ikan
dari beberapa marga yang termasuk ke dalam anak suku Oxudercinae. Ikan-ikan ini
senang melompat-lompat ke daratan, terutama di daerah berlumpur atau berair
dangkal di sekitar hutan bakau ketika air surut. Nama-nama lainnya adalah
timpakul, tempakul, gelodok, belodok, belodog, atau blodog, atau belacak
(bahasa Melayu), gabus laut,lunjat, dan mudskipper (bahasa Inggris). Ikan
Gelodok/tembakul hanya dijumpai di pantai-pantai beriklim tropis dan subtropis
di wilayah Indo-Pasifik sampai ke pantai Atlantik Benua Afrika. Ikan ini
termasuk ikan yang paling tahan terhadap kerusakan lingkungan hidup dan dapat
tetap hidup dalam kondisi yang memprihatinkan sekalipun.
Ikan gelodok yang tergolong anggota Famili Gobidae Subfamili
Oxudercinae terbagi menjadi 10 genus dan 35 spesies yang sebagian besar
terdistribusi di wilayah Indo-Pasific dan Oceania. Anggota Subfamili
Oxudercinae ini mempunyai beberapa perbedaan dan persamaan struktur tubuh serta
pola hidup di daerah terestrial dan di daerah akuatik. Spesies ikan gelodok
yang masuk anggota Genus Boleophthalmus, Periophthalmodon, Periophthalmus, dan
Scartelaos, disebut sebagai Mudskippers karena mempunyai beberapa karakteristik
seperti kehidupan amfibi yaitu pada alat penglihatan, alat pernapasan dan
pergerakan di darat. Ikan gelodok juga disebut sebagai Amphibious Fish karena
sejarah hidupnya mampu berada di dalam dan di luar air.
4. Clibanarius erythropus
Clibanarius
erythropus adalah spesies
hermit crab
yang hidup di rockpool
dan perairan sublittoral . Hal ini ditemukan di
Laut Mediterania,
Laut Hitam dan Samudra Atlantik
timur dari Azores
ke Brittany
, Kepulauan Channel
dan sejauh utara pantai selatan Cornwall.
Individu dapat tumbuh hingga panjang karapas 15 milimeter (0,6
inci).
Berbagai cangkang gastropoda yang
berbeda digunakan oleh Clibanarius
erythropus, yang paling sering adalah Littorina striata,
Mitra, Nassarius incrassatus,
dan haemastoma Stramonita,
yang secara kolektif mencakup 85% dari semua individu yang dipelajari di Azores
di Mediterania, cangkang Cerithium, Alvania montagui
dan Pisania maculosa
paling banyak digunakan oleh Clibanarius
erythropus.
Seperti kepiting hermit
lainnya, Clibanarius erythropus
memakan "serpihan organik, alga makro yang membusuk dan segar dengan fauna
terkait dan flora alga epifit, invertebrata kecil, dan potongan makroskopis
jaringan hewan hidup dan mati".Telah ditunjukkan bahwa Clibanarius erythropus individu memilih
substrat di mana mereka dapat menutupi jarak yang besar, dan bahwa peluru
globos memungkinkan mereka lebih besar daripada mobilitas yang memanjang.
5. Nerita lineata
Spesies Nerita dapat ditemukan
di seluruh dunia di perairan tropis di zona intertidal tengah dan
atas. Mereka adalah herbivora gregarious.
Cangkang yang tebal secara luas bulat telur atau bulat
dan berdaya rendah. Ini memiliki permukaan yang
halus. Cangkang berusuk spiral atau menunjukkan
beberapa pahatan aksial. Sisi perut memiliki kalus columellar besar atau dinding
parietal. Kalus menunjukkan pustula kecil.
Aperture dan tepi
columella biasanya dentate dengan gigi yang halus atau kuat. The calcareus operculum tebal dan
bisa halus atau dengan struktur granular. Lilitannya ditutupi dengan tali spiral yang kuat.
Neritidae , nama umum nerites
, adalah keluarga taksonomi
air asin kecil dan menengah dan siput air tawar yang memiliki insang dan operkulum yang khas. Keluarga Neritidae
termasuk genera laut seperti Nerita , genera air laut dan air tawar
seperti Neritina , dan genera air tawar dan air paya seperti Theodoxus
. Nama umum
"nerite" serta nama keluarga Neritidae dan nama genus Nerita , berasal
dari nama Nerites , yang adalah dewa laut dalam mitologi Yunan. Agak jarang dijumpai, biasanya
menempel pada akar atau batang mangrove.
4.2.2.
Lamun
4.2.2.1.
Halodule Uninervis
Halodule uninervis adalah salah satu spesies lamun di perairan indonesia.
Spesies ini memiliki karakteristik tulang daun tidak lebih dari tiga, daun
selalu berakhir pada tiga titik yang jelas pada ujung daun, ciri khas pada
spesies ini adalah ujung daun seperti trisula, bagian tengah tulang daun yang
hitam biasanya mudah robek menjadi dua pada ujungnya.
4.2.2.2. Enhalus Acoroides
Tumbuh pada substrat berlumpur dan perairan keruh, dapat membentuk padang
lamun spesies tunggal, atau mendominasi komunitas padang lamun. Tanaman lurus,
2-5 daun muncul dari rimpang yang tebal dan kasar dengan beberapa akar-akar
kuat. Daun seperti pita atau pita rambut (panjang 40-150 cm, lebar 1-5 cm);
bergaris seluruhnya dan tebal, lama terlepasnya dan serat kasar setelah
pembusukan; ujung daun tumpul. Mempunyai urat daun yang banyak dan
mempunyai ruang udara, daun berwarna hijau umumnya berwarna gelap dan tebal.
Penyebaran Tumbuh pada pasir-lumpuran sampai pecahan karang mulai dari
surut terendah sampai ke surut tengah, bercampur dengan jenis lamun lain,
tetapi kadang-kadang ditemukan tumbuh sendiri. Jenis ini merupakan lamun
terbesar di Kuta dan tingginya sampai satu meter. Tersebar luas di bagian
tropis Samudra Hindia dan Pasifik Barat dan sangat umum di Kepulauan
Indo-Melayu dan di Filipina.
Habitat Di daerah
pasang surut yang dangkal dengan substrat berpasir dan berlumpur, dan
intensitas cahaya matahari cukup. Rimpang rimpang merambat, kasar, tidak
bercabang atau bercabang (diameter 1-3 cm), dikelilingi oleh kulit luar yang
tebal; akar panjang dan berbulu (panjang 5-15 cm, diameter 2-4 mm). Bunga
jantan dan betina muncul pada tanaman yang berbeda. Bunga jantan muncul pada
dasar tanaman, butir serbuk besar. Bunga betina mempunyai tangkai panjang,
panjang 10-30 (40) cm. Buah bentuk telur dengan duri kasar (panjang 2-4 cm,
lebar 2-3 cm); biji 6-12.Para rimpang yang padat ditutupi dengan bulu berserat
hitam panjang yang merupakan sisa-sisa dari sarungnya daun.
Buah bulat dan besar (4-6cm diameter)
agak gelap, mempunyai 6-7 biji putih. Ketika semburan buah yang matang, benih
dilepaskan dan mengambang hanya sekitar 5 jam sebelum mereka mulai tenggelam.
Benih diperkirakan akan dapat melakukan perjalanan 42 km. Ketika benih menetap,
akar berkembang cepat dan biji berkecambah cepat. Enhalus acoroides tersebar
terutama melalui reproduksi vegetative.
Hewan Yang Berasosiasi Di Lamun :
1. Ophiuroidae brevispinum
Bintang ular
adalah hewan dari filum Echinodermata,
yang memiliki hubungan dekat dengan bintang
laut.
Mereka berjalan di dasar laut dengan menggunakan lengan fleksibel mereka untuk
bergerak. Bintang ular umumnya memiliki lima lengan berbentuk seperti cambuk
yang panjangnya bisa mencapai 60 cm (2 kaki) pada spesimen terbesar.Ada sekitar
1.500 spesies bintang ular yang hidup sekarang, dan mereka kebanyakan ditemukan
pada kedalaman lebih dari 500 meter (1.620 kaki).
Tubuh seperti bola cakral kecil
dengan 5 buah lengan bulat panjang. Tiap-tiap lengan terdiri atas ruas-ruas
yang sama. Pada masing-masing ruas terdapat 2 garis tempat melekatnya osikula.
Di bagian lateral terdapat duri, sedangkan pada bagian dorsal dan ventral duri
tidak ada.
Pada
bagian dalam dari ruas-ruas lengan sebagian besar terisi osikula. Kaki tabung
tanpa pengisap, dan tidak berfungsi sebagai alat gerak akan tetapi bertindak
sebagai alat sensoris dan membantu sistem respirasi. Mulut terletak di pusat
tubuh dan dikelilingi oleh lima kelompok lempeng kapur yang berfungsi sebagai
rahang
2. Aulacomya
atra
Kelas Pelecypoda atau Bivalvia meliputi kerang, tiram, remis dan
sebangsanya. Pada dasarnya Pelecypoda mempunyai cangkang setangkup dan sebuah
mantel yang berupa dua daun telinga atau cuping yang simetri bilateral. Kerang
tidak mempunyai radula seperti Gastropoda dan tidak mempunyai kepala atau
tentakel yang nyata. Aulacomya atra merupakan jenis
kerang yang termasuk kedalam kelas Pelecypoda
3. Lambis Millepeda
Tedong-tedong (lambis) dikelompokkan berdasarkan
bentuk atau jumlah tonjolan yang dimiliki. Tonjolan yang
sering disebut proyeksi circumapertural (CAPS), bentuk seperti jari itu berasal
dari tepi aperture. Jumlah CAPS ditunjukkan oleh sembilan spesies yang saat ini
diklasifikasikan sebagai Lambis berkisar antara 5 sampai 11. Fungsi dari CAPS itu antara lain, untuk bertahan atau
melindungi diri daripredator atau pemangsa. Selain itu, CAPS yang
berbeda-beda yang tumbuh karena cara hidup itu juga berfungsi sebagai
penyaluran stress pada tedong-tedong. Stress tersebut merupakan reaksi
tedong-tedong ketika menghadapi predator. Studi tentang evolusi dari tedong-tedong mengungkapkan bahwa klasifikasi
saat ini tidak dapat dipertahankan. Jumlah
CAPS di antara 12 spesies dalam kelompok monofiletik disimpulkan telah
bervariasi selama evolusi, umumnya (dan yang terbaru) menurun. Jika CAPS telah berevolusi dalam perlombaan senjata
meningkat, perubahan jumlah CAPS (dan resistensi terhadap predasi yang mereka
memberi) dan perubahan kemampuan menghancurkan predator pada cladograms
independen yang berasal harus berkorelasi.
4. Holothuria edulis
Holothuroidea edulis atau dikenal dengan
teripang hitam, teripang perut merah, Batu Keeling, atau Pinkfish.
Teripang ini memiliki panjang ukuran maksimum mencapai 35 cm, panjang
umumnya 20 cm dan berat hidup sekitar 0.2 Kg sampai dengan 0.3 Kg dan ketebalan
dinding tubuh 3 mm. Teripang Hitam (Holothuroidea edulis) secara
morfologi memiliki penampang tubuh bulat, sisi ventral yang cenderung datar,
dan lubang anus yang bulat. Podia / kaki tabung yang terletak pada bivium
jarang: podia pada bagian trivium berjumlah banyak, pendek dan gemuk, tersebar
pada radii dan interadii. Mulut terletak di bagian ventral, dikelilingi oleh
20 tentakel berwarna abu-abu. Anus terletak pada subdorsal. Cubierian
tubule (CT) tidak ada. Terdapat karakteristik warna hitam atau jalur-jalur
gelap pada bagian mediodorsal, warna dibagian lateral lebih terang, trivium
mempunyai warna lebih terang dengan bintik-bintik kecil berwarna hitam.
Teripang ini ditemukan di daerah perairan berkarang, substrat pasir kasar dan
tubuhnya diselimuti oleh pasir halus.
5.
Axinella cannabina
Axinella cannabina adalah spesies spons yang tergolong dalam kelas Demospongiae. Spesies ini juga merupakan bagian dari
genus Axinella dan famili Axinellidae. Nama ilmiah spesies ini pertama kali
diterbitkan pada tahun 1794 oleh Esper.Seperti spons pada umumnya, spesies ini
memiliki tubuh yang berpori dan permukaan yang keras seperti batu. Selain itu,
Axinella cannabina juga dapat menyerap oksigen dari air melalui proses difusi.
4.1.3. Terumbu Karang
4.1.3.1. Acropora
humilis
Karang ini banyak dijumpai hidup
pada kedalaman 3-15 meter. Koloni berbentuk jari-jari pipih bercabang, warna
yang terdapat pada karang ini Ungu, merah muda. Habitat hidupnya di Perairan
Indonesia, Indo-Pasifik.Perairan dangkal, ada juga di lereng karang.
4.1.3.2. Acropora
cervicornis
Karang
ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter. Koloni dapat terhampar
sampai beberapa meter, Koloni arborescens, tersusun dari cabang-cabang yang
silindris. Koralit berbentuk pipa. Aksial koralit dapat dibedakan.Warna,
Coklat, muda. Distribusi di Perairan Indonesia, Jamaika, dan Kep.Cayman.
Habitat di Lereng karang bagian tengah dan atas, juga perairan lagun yang
jernih.
4.1.3.3. Acropora acuminata
Karang ini banyak dijumpai hidup
pada kedalaman 3-15 meter. Koloni bercabang. Ujung cabangnya lancip. Koralit
mempunyai 2 ukuran. Warna, Biru, mudaataucoklat. Kemiripan A.
hoeksemai, A abrotanoides. Distribusi di Perairan Indonesia, Solomon,
Australia, Papua New Guinea dan Philipina. Habitat Pada bagian atas atau
bawah lereng karang yang jernih atau pun keruh.
4.1.3.4.
Acropora micropthalma
Karang ini banyak dijumpai hidup
pada kedalaman 3-15 meter. Koloni bisa mencapai 2 meter luasnya dan hanya
terdiri dari satu spesies. Radial koralit kecil, berjumlah banyak dan ukurannya
sama.Warna Abu-abu muda, kadang coklat muda atau krem.Kemiripan A.copiosa, A.Parilis, A.Horrida, A.Vaughani, dan A.exquisita.Distribusi di Perairan
Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea.Habitat Reef slope bagian atas,
perairan keruh dan lagun berpasir.
Hewan yang berasosiasi
:
1.Ikan
julung-julung (Hemiramphus far )
Ikan ini terdapat di pulau sumatera,
Kalimantan, jawa, Sulawesi, banfka Belitung dan kepulauan Indonesia lainnya.
Ikan yang moncongnya panjang lancip, rahang bawahnya meruncing kedepan dan
lebih panjang dari rahang atasnya. Bentuk tubuhnya yaitu pipih memanjang kurang
lebih mirip seperti silindris atau pipa. Memiliki bibir yang tipis. Warna sirip
dari terang sampai kekuning-kuingan, sirip p[unggung dengan bintik merah
terang, tepi sirip anal biasanya berwarna hitam.
Julung-julung
(suku Hemiramphidae) adalah sekelompok ikan
penghuni permukaan (zona epipelagik) yang tersebar luas menghuni perairan
hangat dunia. Terdapat dua anak suku, yang pertama adalah Hemiramphinae, khusus menghuni
lautan, dan Zenarchopterinae,
yang menghuni perairan darat dan estuarin. Julung-julung memiliki ciri khas yang menjadi
petunjuk penting: rahang
bawahnya meruncing ke depan, lebih panjang daripada rahang atasnya.
Cara reproduksinya
bervariasi, mulai dari ovipar (telur dibuahi di luar tubuh), ovovivipar (telur
dibuahi di dalam tubuh dan dierami di dalam tubuh sampai menetas), maupun
vivipar (larva disuplai energinya oleh induk melalui struktur menyerupai plasenta).
Embrio
di dalam uterus
juga menunjukkan perilaku kanibalisme
pada beberapa spesies.
2. Chiton sp
Tubuh lunak, dilapisi oleh 8 buah cangkang, tersusun tumpang tindih seperti
genting. Setiap keping cangkang ditutup
oleh jaringan mantel. Mantel tebal, di posterior kepala terdapat kaki
berotot yang pipih dan luas. Daerah sekeliling mantel disebut girdle. Habitat
menempel pada rongga batu karang.
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari
praktikum Ekologi Laut Tropis adalah :Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis
tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae.
Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah
tropisSecara umum hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe
ekosistem hutan yang tumbuh di suatu daerah pasang surut (pantai, laguna, muara
sungai) yang tergenang pasang dan bebas pada saat air laut surut dan komunitas
tumbuhannya mempunyai toleransi terhadap garam (salinity) air laut. Mangrove
tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai pantai yang datar. Lamun
adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup
terbenam dalam laut.
5.2. SARAN
Adapun
saran yang didapat dari praktikum Ekologi Laut Tropis adalah diharapkan para
praktikan agar dapat mengidentifikasi jenis mangrove dengan tepat agar tidak
terjadi kesalahan dalam pengidentifikasian. Serta dalam meneliti karang dan
lamun diharapkan agar berhati-hati supaya tidak merusak ekosistem dari karang
dan lamun tersebut. Serta diharapkan tidak telat dalam memberikan informasi
baik tentang laporan maupun praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Andi. 2006. Pengaruh Salinitas
terhadap Sebaran Fauna Echinodermata. Jurnal
Oseana, 29 ( 2 ) : 23 – 32.
Azkab.
2000. Struktur Dan Fungsi Pada
Komunitas Lamun. Jakarta : Grasindo.
Bengen. 2000. Teknologi Konservasi
dan Rehabilitasi Terumbu Karang. Jurnal
Teknologi lingkungan, 9 (3) : 121-228.
Darmono.
2011. Lingkungan Hidup dan Pencemaran
Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta : UI Press.
Djuanda. 1964. Hubungan Antara Ekosistem mangrove, lamun dan Terumbu
Karang . Jakarta :
Erlangga.
Gunawan. 2007.
Peranan Ekologis Dan Sosial Ekonomis Hutan Mangrove Dalam Mendukung Pembangunan
Wilayah Pesisir dan Konservasi Sumberdaya Alam. Bogor : Pusat Litbang
Hutan Dan Konservasi Alam.
Haruddin. 2011. Dampak Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang
Terhadap Hasil Penangkapan Ikan Oleh Nelayan Secara Tradisional di Pulau Siompu
Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara. Surakarta : Universitas
Sebelas MaretPress.
Hendra.
2009. Analisis Ekonomi Manfaat Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate
Provinsi Maluku Utara ( Tesis ). Program Studi
Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ira. 2003. Kajian Potensi Kerang-kerangan dan Siput Laut di Ekosistem Padang
Lamun Perairan Jepara. FPIK. UNDIP, Semarang.
Kamal. 2006. Potensi
dan Pelestarian Sumberdaya Pesisir: Hutan Mangrove dan Terumbu Karang di
Sumatera Barat. Universitas Bung Hatta.
Kordi.
2010. A to Z Budidaya Biota Akuatik
untuk Pangan, Kosmetik, dan Obat-Obatan. Yogjakarta : Andi Offset.
Nontji. 1987. Laut Nusantara. Jakarta :
Djambatan.
Prasetyo. 2011. Kajian Potensi Kerusakan Terumbu Karang
dan Alternatif Pemecahannya di Perairan Sanur. Jakarta : Erlangga.
Regional. 2008. Ekosistem Pesisir dan Laut dalam regional.Jakarta
: Grasindo.
Sari.2012.Studi
Parameter Fisika dan Kimia Daerah Penangkapan Ikan Perairan Selat Asam
Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Riau : Universitas Riau
Press.
Setyawan.
2006. Pemanfaatan Langsung Ekosistem
Mangrove Di Jawa Tengah Dan Penggunaan Lahan Di Sekitarnya: Kerusakan Dan Upaya
Restorasinya. Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta. Jurnal
Biodiversitas. 7 (3) : 282-291.
Sulistiyono. 2015. Transformasi Mata Pencaharian Dari Petani Ke
Nelayan Di Pantai Depok Desa Parangtritis Kabupaten Bantul. Jurnal Geoeco, 1 (2) : 234 – 24.
Sunarto.
2006. Karakteristik Biologidan Peranan
Planktonbagi Ekosistem Laut. Jakarta : Erlangga.
Supriyadi.
2010. Beberapa Aspek Pertumbuhan lamun
Enhalus acoroides di Pulau Barrong Lompo Makasar. FIKP. UNHAS, Makasar.
Vatria. 2010. Berbagai
Kegiatan Manusia yang Dapat Menyebabkan Terjadinya Degradasi Ekosistem Pantai
serta Dampak yang Ditimbulkannya. Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan
Politeknik Negeri Pontianak.
Warman. 2013. Kerusakan
Terumbu Karang, Mangrovedan Padang Lamun Ancaman terhadap Sumberdaya Ikan.
Jakarta : Erlangga.
Zulkifli. 2012. Pengelolaan
dan Pengembangan Ekosistem Padang lamun.
Jakarta : Departemen Kehutanan Indonesia.




Komentarnya sahabat
BalasHapus